Bangka Belitung,(LW)
Tiap kali mendengar kata Ketupat, hal
pertama yang terlintas dalam pikiran adalah hidangan khas Lebaran dengan
bungkus terbuat dari anyaman daun kelapa muda. Ketupat seolah tak pernah lepas
dari perayaan Idul Fitri. Tak hanya itu, ketupat juga banyak dipakai sebagai
pengganti nasi untuk aneka hidangan tradisional, seperti ketoprak, Gado-gado,
Soto dan Sate.
Berbeda dengan ketupat yang satu ini,
dipakai dalam Tradisi Perang. Ketupat menjadi senjata dalam perang yang
merupakan sebuah ritual di masyarakat Tembilang, salah satu Kecamatan di
Kabupaten Bangka Barat, Kepulauan Bangka Belitung.
Tidak ada catatan sejarah yang pasti
mengenai kapan pertama kali diadakannya tradisi unik ini. Ada yang mengatakan
tradisi ini dimulai sejak masa penjajahan Portugis. Ada juga yang mengklaim
tradisi ini telah ada saat Gunung Krakatau meledak dengan dahsyat pada tahun
1883.
Pesta adat ini diadakan setiap
menjelang Ramadahn. Acara ini selalu dilakukan di Pantai Pasir Kuning. Dalam acara
ini, terdiri atas lima bagian, yaitu Penimbongan, Ngancak, Perang Ketupat,
Nganyot Perae dan Taber Kampung.
Panimbong adalah sebuah ritual
memberikan makanan kepada makhluk halus yang tinggal di darat dengan diringi
Tari Campak, Tari Serimbang, Tari Kedidi dan Tari Seramao.
Ritual berikutnya, Ngancak. Hal ini
merupakan ritual pemberian makanan kepada Buaya yang bermukim di laut. Setelah
dua ritual tersebut dilangsungkan, barulah dimulai Perang Ketupat. Untuk acara
ini, panitia menyediakan ratusan ketupat sebagai peluru. Selama dua menit, para
peserta yang terdiri dari dua regu akan saling melemparkan ketupat kepada
masing-masing lawannya. Setelah berakhir, mereka akan saling memaafkan sebagai
tanda untuk mempererat rasa persaudaraan.
Seusai perang ini, maka dilanjutkan
dengan prosesi Ngayot Perae yang berarti menghanyutkan perahu. Sebagai penutup,
maka akan dilangsungkan prosesi terakhir yaitu Taber Kampung yang berarti
menabur kampong dengan Air Tabur dan Bunga Pinang agar seluruh masyarakat
Tempilang terhindar dari bencana setahun ke depan.
Sebagai wisata budaya, acara ini
mampu menyedot perhatian wisatawan lokal maupun mancanegara sehingga Perang
Ketupat merupakan hal wajib yang harus ditonton menjelang datangnya bulan
Ramadhan yang penuh berkah (021/LW)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar